Tentang Arsip Bali 1928

Adapun hasil dari repatriasi dan pemugaran Bali 1928 pada tahap pertamanya termasuk:
1. Digitalisasi 111 rekaman langka ‘long lost recordings’ yaitu piringan-piringan hitam karya label rekaman Jerman, Odeon dan Beka yang dilakukan untuk kepentingan komersial pertama kalinya di Bali pada tahun 1928-29.
2. Digitalisasi cuplikan-cuplikan film 8 mm dan 16 mm yang dilakukan oleh peneliti-peneliti berpengaruh Colin McPhee, Miguel Covarrubias, dan Rolf de Maré.
3. Reproduksi puluhan foto-foto terkait masa kesejarahan Bali tahun 1930-an oleh Colin McPhee, Walter Spies, Arthur Fleischmann, Jack Mershon dan lain-lain.
4. Menerbitkan hasil riset (naskah dalam format PDF) karya Dr. Edward Herbst yang menganalisa dengan detail karya-karya para tetua dan seniman Bali yang terlibat dalam rekaman legendaris 1928-29 oleh Odeon dan Beka.

Dr. Edward Herbst dan Marlowe Bandem bersama pimpinan dan mahasiswa Fakultas Teknik (Teknik Arsitektur) Universitas Warmadewa dalam acara Space & Place of Balinese Performing Arts yang difasilitasi oleh I Nyoman Gede Mahaputra, Ketua Warmadewa Research Center. Kerja sama antara Arsip Bali 1928 dan Universitas Warmadewa ini adalah salah satu contoh dari sekian banyak program penyebarluasan koleksi Arsip Bali 1928 kepada publik.

Terkait dengan upaya penyebarluasan dokumen-dokumen bersejarah ini, Arsip Bali 1928 telah melakoni berbagai macam outreach program – lebih dari 70 acara – di seluruh Bali dan beberapa lokalitas dunia, melalui program portal informasi, open house, diskusi, seminar, dan Sinema Bali 1928, saat tim memutar cuplikan-cuplikan film hasil repatriasi di berbagai kesempatan dan lokalitas asli di mana karya-karya tersebut berjaya, termasuk di beberapa banjar ‘balai warga dan masyarakat’ di Bali.

Kami meyakini bahwa kerja keras dan kolaborasi dalam bidang pemajuan kebudayaan khususnya repatriasi, restorasi dan revitalisasi akan berdampak positif bagi Bali, Indonesia dan dunia. Secara sederhana, mari menggali masa lampau demi masa depan yang kreatif. Semoga pengetahuan dan kebijakan datang dari segala penjuru bagi kita semua.

Audio

3. Berikut adalah audio stream salah satu rekaman dalam CD Bali 1928, vol. III Lotring dan Sumber-Sumber Tradisi Gamelan yang berjudul Tabuh Ginanti oleh Gamelan Semar Pagulingan Banjar Titih, Denpasar. Dr. Edward Herbst menulis:

“Kata Ginanti berkaitan dengan metrum tembang ‘nyanyian puisi’ dalam jenis nyanyian yang secara sederhana disebut sebagai pupuh, atau sekar alit atau tembang macapat ‘lantunan lagu bersuku-kata empat’. Ada beberapa jenis Ginanti baik dalam saih gendér ‘senada pelarasan gendér wayang’ dan saih gong ‘seperti pelarasan gamelan gong’. Walau pengaruhnya tidak dapat dikenali pada saat pertama kali didengar, melodi ini sepertinya cenderung merupakan penyesuaian bebas dari sebuah tembang bertajuk Ginanti Pangalang dalam pelarasan saih gendér menjadi Semar Pagulingan yang mempunyai tangga nada yang sangat berbeda. Ini melibatkan sebuah proses transposisi yang lumrah dari satu mode atau pelarasan menjadi yang lainnya. Metrum puitis dalam bentuk nyanyian yang meliputi padalingsa ‘jumlah suku kata dan huruf hidup terakhir dari masing-masing baris’ atau guru ding-dong (nada akhir yang umum dalam setiap baris) tidaklah nampak dengan jelas, bahkan sebaliknya menerapkan kontur melodi dari Ginanti yang lebih bebas atau tidak resmi. Proses penyesuaian bebas yang serupa dari sebuah gending nampak pada tema melodi (rangkaian nada-nada) yang dimainkan oleh gamelan gong untuk Arsawijaya (topéng Dalem) yang entah bermula dari tembang Sinom Lumrah atau Sinom Cecantungan. Penyesuaian ini lebih masuk akal mengingat kedua jenis Sinom tersebut mengikuti pelarasan saih gong, sama halnya dengan gamelan yang sering mengiringi pementasan topéng. Proses ini datang dan pergi, sang penyanyi kerap menggubah tembang dari melodi-melodi gamelan dan sebaliknya. Bahkan, banyak tembang seperti Durma, Mas Kumambang dan Pangkur telah dan masih disesuaikan untuk gamelan dalam tata cara formal dibanding Ginanti ini, termasuk hubungan timbal balik dari nada-nada terakhir pada setiap baris antara lagu dan permainan gamelan.

Ginanti Pangalang sering kali dihubungkan dengan suasana hati yang damai serta ungkapan penuh takjub dan keagungan, seperti ketika menggambarkan keindahan sebuah istana. Pangalang berasal dari kata galang ‘lapang’ yang menyarankan suasana “mengisi waktu luang, untuk bersantai.”

[wonderplugin_audio id=”3″]

 

Koleksi lengkap dari album ini bisa dibeli dan diunduh di link berikut: Bali 1928, Vol. III: Lotring and the Sources of Gamelan Tradition | Arbiter of Cultural Traditions

Film

4. Berikut adalah daftar putar video-video dari DVD Seni Pertunjuan Upacara & Yadnya yang merupakan materi pendamping dari CD Bali 1928, vol. IV: Seni Pertunjukan Upacara.

Daftar film-film adalah:

1. Prosesi bebonangan atau yang dikenal juga sebagai balaganjur. Film direkam oleh Colin McPhee antara tahun 1931-1938.

2. Gamelan gambuh di Puri Tabanan. Film direkam oleh Colin McPhee antara tahun 1931-1938.

3. Ansambel gamelan gambuh. Film direkam oleh Colin McPhee antara tahun 1931-1938.

4. Seorang penabuh di Batuan memainkan suling bambu yang biasa dipakai dalam ansambel gamelan gambuh. Film direkam oleh Colin McPhee antara tahun 1931-1938.

5. Gamelan angklung kléntangan dengan penabuh-penabuh yang memainkan alat gamelan réyong kuna. Film direkam oleh Colin McPhee antara tahun 1931-1938.

6. Gamelan angklung anak-anak di Sayan, Ubud. Film direkam oleh Colin McPhee antara tahun 1931-1938.

7. Gamelan angklung kocok dari Culik, Karangasem. Film direkam oleh Colin McPhee antara tahun 1931-1938.

8. Gamelan luang dari Banjar Apuan, Singapadu, dengan penabuh Mangku Reteg, Wayan Karba, Wayan Cedit, Kak Rinab, Ketut Regeg, dan Wayan Lebut. Film direkam oleh Colin McPhee antara tahun 1931-1938.

9. Seorang ida pedanda ‘rohaniawan’ melakukan ritus surya sewana ‘serangkaian pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi menjelang matahari terbit’. Film direkam oleh Miguel Covarrubias antara tahun 1930-1934.

10. Suasana upacara keagamaan di sebuah pura Bali. Film direkam oleh Miguel Covarrubias antara tahun 1930-1934.

11. Suasana upacara ‘plebon’ pembakaran jenazah di Bali. Film direkam oleh Miguel Covarrubias antara tahun 1930-1934.

Foto

Bali 1930-an: Sekelumit Kisah Tak Lekang Dimakan Waktu

Pemugaran dan pameran kekayaan visual Bali 1930-an dalam format foto pun amat penting mengingat imaji-imaji masa lalu tersebut merupakan lorong waktu akan generasi tetua Bali yang penuh pemberontakan kreatif, berani, penuh pengabdian dan yang terpenting, terbuka dengan perubahan masa. Keberhasilan mitra kami, Rio Helmi, seorang visual bard ‘fotografer kawakan’ dari Bali dalam mereproduksi foto-foto hasil repatriasi – dalam kualitas standar pengarsipan dunia – semisal imaji masa muda Ida Bagus Oka Kerebuak, Marya, Kalér, Lotring, Ni Gusti Putu Rengkeg, Ni Pempen dan lain-lain sungguh-sungguh mengharukan dan membangkitkan memori kolektif akan sebuah masa renaissance kebudayaan Bali yang teguh sepanjang jaman.

Continue reading “Foto”

Naskah Penelitian

4. Naskah “Seni Pertunjukan Upacara – Gamelan Gong Kebyar dengan Kakawin dan Palawakia, Gambuh dan Angklung-Kléntangan dari Belaluan, Sesetan, Sidan dan Pemogan” (PDF) karya Dr. Edward Herbst dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

[gview file=”http://bali1928.net/wp-content/uploads/Bali-1928-Vol-IV-Seni-Pertunjukan-Upacara.compressed.pdf”]

[gview file=”http://bali1928.net/wp-content/uploads/Bali-1928-Vol-IV-Music-for-Temple-Festivals-and-Death-Rituals.compressed.pdf”]

Program

31.
Tanggal: Rabu, 10 Mei 2017
Tempat: Lapangan Yayasan Pembangunan Sanur di Intaran Sanur
Agenda: Sinema Bali 1928 (pemutaran cuplikan film 30 menit) dalam rangka festival kawula muda “Saudara Sebotol Festival”. Ini adalah kali pertama Arsip Bali 1928 tampil di sebuah panggung musik (stage) di hadapan ratusan warga Sanur dan sekitarnya, tua dan muda. Respon terhadap cuplikan-cuplikan film terutama terkait Ida Peranda Made Sidemen sangat positif dan ada permintaan untuk mengulang kembali di banjar-banjar seputaran Sanur.
Presentasi oleh Marlowe Bandem
Tuan Rumah: Unggit Desti of Warung Pan Tantri


32.
Tanggal: Jumat, 12 Mei 2017
Tempat: Rumah Jabatan Konsul Jenderal Jepang di Denpasar, Renon, Denpasar
Agenda: Jamuan makan dan presentasi tentang Arsip Bali 1928 kepada Konsul Jendral dan Wakil Konsul Jendral Jepang di Bali, dengan tujuan meminta pendampingan ahli dalam bidang multimedia untuk kepentingan dokumentasi dan arsip serta meminta kesediaan Konsul Jendral Jepang untuk bekerja sama mempromosikan Sinema Bali 1928 bagi komunitas/warga Jepang di Bali atau siswa/mahasiswa Jepang yang melakukan studi tur ke Bali.
Presentasi oleh Marlowe Bandem dan I Made Bandem
Tuan Rumah: Konsul Jenderal Jepang di Bali, Bapak Hirohisa Chiba


33.
Tanggal: Minggu, 14 Mei 2017 – 09.30 WITA
Tempat: Aula STIKOM Bali Renon
Agenda: Sinema Bali 1928 (pemutaran cuplikan film 30 menit dan presentasi/diskusi 20 menit) ) bagi para orang tua/wali dari calon mahasiswa baru STIKOM Bali. Ini adalah sesi kedua dari serangkaian agenda Sinema Bali 1928  berlangsung sampai September 2017, dengan tujuan mempromosikan Arsip Bali 1928 sebagai ruang kreatif dalam hal teknologi, seni, budaya, kewirausahaan, dan lingkungan. Acara ini diupayakan untuk mencari dukungan publik dalam hal identifikasi materi-materi Arsip Bali 1928 dan membuka peluang kerja sama bagi berlangsungnya Sinema Bali 1928 di tempat lain.
Presentasi oleh Marlowe Bandem
Tuan Rumah: STIKOM Bali


Studi dan dokumentasi tapel-tapel ‘topeng’ milik Puri Grenceng Denpasar oleh tim Arsip Bali 1928 – STIKOM Bali. Proses ini melibatkan narasumber Yoka Sara dan peneliti Dr. I Made Bandem & Dr. Swasthi Bandem

34.
Tanggal: Minggu, 21 Mei 2017
Tempat: Puri Grenceng, Jalan Setiabudi Denpasar
Agenda: Foto Dokumentasi Tapel (Topeng) Puri Grenceng (1)
Tim: Marlowe Bandem, NLN Swasthi Widjaja, I Made Bandem, Wayan Juniarta, Astika Pande, dan Gede Harsemadi
Tuan Rumah: Yoka Sara


35.
Tanggal: Selasa, 23 Mei 2017
Tempat: INNA Bali Hotel, Denpasar
Agenda: Presentasi Denpasar Kreatif: Menggali Masa Lalu Demi Masa Depan Inovatif dan Sinema Bali 1928 berdurasi 60 menit.
Presentasi oleh Marlowe Bandem
Penyelenggara: BEKRAF Denpasar

36.
Tanggal: Selasa, 30 Mei 2017
Tempat: Kompas Media, Denpasar
Agenda: Diskusi tentang masa depan repatriasi dokumen bersejarah Bali. Panel termasuk Prof. Dr. Darma Putra (Universitas Udayana), Dewa Putu Beratha (Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi Bali) dan Marlowe Bandem mewakili Arsip Bali 1928.
Presentasi oleh Marlowe Bandem

37.
Tanggal: Sabtu, 3 Juni 2017
Tempat: Omah Apik Pejeng, Gianyar
Agenda: Sinema Bali 1928 (pemutaran cuplikan film 30 menit dan presentasi 10 menit) dalam rangka Festival Tepi Sawah.
Presentasi oleh Marlowe Bandem dan Wayan Juniarta
Penyelenggara by ANTIDA MUSIC PRODUCTION & Omah Apik Pejeng

https://www.instagram.com/p/BU54CBpFXlw/


38.
Tanggal: Sabtu, 10 Juni 2017
Tempat: Bentara Budaya Bali, Ketewel
Agenda: Sinema Bali 1928 (30 menit presentasi dan 30 menit pemutaran cuplikan film) dalam acara Bali Tempo Doeloe #18 Ragam Seni Akulturasi
Presentasi oleh Marlowe Bandem
Diskusi Panel bersama Dr. I Gede Mudana M.Si (Universitas Udayana)

https://www.instagram.com/p/BVRPowHlAuQ/?utm_source=ig_web_copy_link


39.
Tanggal: Jumat, 16 Juni 2107
Tempat: Rumah Sanur Creative Hub, Sanur
Agenda: Sinema Bali 1928 (30 menit presentasi dan pemutaran cuplikan film selama sejam) dalam rangka Pekan Budaya Intaran.
Presentasi oleh Marlowe Bandem

https://www.instagram.com/p/BVbXmhFlIDe/?utm_source=ig_web_copy_link


40.
Tanggal: Minggu, 18 Juni 2017
Tempat: Puri Grenceng, Jalan Setiabudi Denpasar
Agenda: Foto Dokumentasi Tapel (Topeng) Puri Grenceng (2)
Tim: Marlowe Bandem, NLN Swasthi Widjaja, I Made Bandem, Wayan Juniarta, Astika Pande, dan Gede Harsemadi
Tuan Rumah: Yoka Sara

Media/Testimoni

11. NRC (04/12/2009) Artikel Bali 1928 oleh René van Peer (dalam bahasa Belanda)

[gview file=”http://bali1928.net/wp-content/uploads/VanPeer.NRC_20091204_artikel-Bali.1928-in-Dutch-1.pdf”]

12. Cahiers d’ethnomusicologie review oleh Éric Vandal (dalam bahasa Prancis)

13. ARSC Association of Recorded Sound Collections Bali 1928 vol III review

[gview file=”http://bali1928.net/wp-content/uploads/ARSC.Assoc_.of_.Recorded.Sound_.Collections_Bali-1928-vol-III-review.pdf”]

14. Liputan The Jakarta Post (2018): Bali 1928 as a creative performance art

[gview file=”http://bali1928.net/wp-content/uploads/Jakarta-Post-2018-on-Bali-1928-I-Promise-You-Eternity.pdf”]

15. Bali Post (12 Mei 2018) – Bali 1928 Jadi Model Pengembangan Budaya Nusantara


Beberapa testimoni akan kinerja Arsip Bali 1928 dan publikasi Dr. Edward Herbst termasuk:

“This is a brilliant comprehensive view of Bali’s musical and dance-drama history in the early twentieth century, based on rare recordings, photos and films, and enriched by extensive interviews with Balinese of all ages and talents. Herbst answers some very big questions: about the impact of colonial power on everyday Balinese culture, about the fundamental nature of Balinese music before and after the reorganization of Balinese society, and about the practice of improvisation in Bali. Herbst demonstrates that there were significant changes going on within Balinese creative arts in the first part of the twentieth century, changes which have been unknown heretofore to historians and anthropologists of Indonesia. He shows that Bali’s 20th-century musical, choreographic and theatrical life began and is still moving into a more self-conscious phase, an awareness of its own traditions and an indigenous re-invention of the notion of “avant garde” with all its implications for the richness of creativity and layered interpretations. He is aware of the largest social contexts of musical composition and performances as well as the smallest and most intimate. His impact on Indonesian intellectual life cannot be over-exaggerated.” – Hildred Geertz, Professor of Anthropology Emerita, Princeton University


“Voices in Bali is a very remarkable book. In my opinion it is the first book written by a Western scholar who has really succeeded to feel and experience from within the magic exaltation of the Balinese artist during the performance of his art (music and dance and theatre).” – Anak Agung Madé Djelantik, author of Birthmark: Memoirs of a Balinese Prince


“Since 1971, Edward Herbst’s research in Bali’s performing arts has produced a significant body of knowledge, including his acclaimed 1997 book “Voices in Bali.” His latest project offers perhaps his most meaningful contributions. Over the past 15 years, he has lovingly searched archives of sound and film recordings of Balinese performing arts from the 1920s and 30s. He and his Balinese team then sought out elder artists related to these recordings through family and village ties, fleshed out the significance of both music and film, and opened important new areas of research. Allan Evans of Arbiter Records in New York carefully restored, digitized and republished the audio recordings in collaboration with Herbst. He and his Indonesian colleagues at the IT institute STIKOM repatriated and published all music and films in Bali as well, leading to richer, deeper connections and memories for the artists and their communities. Such engaged, two-way scholarship is cultural activism of the most beneficial kind.” – Michael Tenzer, Professor of Music, University of British Columbia


“Edward Herbst and his Bali 1928 research team have assembled and brought back to Bali remarkable material from 1920s and ’30s recordings and films. This kind of successful cultural repatriation is unprecedented. Their accomplishment can serve as a model of collaboration not only for Indonesian and foreign scholars – but also for similar work in other countries. Herbst’s writings make clear that without an immense effort through interviews that capture the many versions of oral history, reconstruction of the past is impossible. Generations of scholars, and Balinese musicians, too, have wondered about the emergence of gamelan kebyar and until this work appeared, no one could really paint a clear picture of from where, how, and through whom it actually spread.” – Tilman Seebass, President, International Musicological Society; Professor Emeritus, Duke University


“Restoration, Dissemination and Repatriation of the Earliest Music Recordings and Films in Bali is a world model for a sensitive and productive way to reintroduce old and unique recordings in the 21st century.” – Anthony Seeger, Founding Director, Smithsonian Folkways; Professor of Ethnomusicology Emeritus, UCLA

[gview file=”http://bali1928.net/wp-content/uploads/Anthony-Seeger_Bali-Paper.July-2015.pdf”]


 

Hak Cipta

Kebijakan Hak Cipta Arsip Bali 1928

Kami sangat menghargai hak kekayaan intelektual dan mengharapkan para pengguna website Arsip Bali 1928 versi bahasa Indonesia dan versi bahasa Inggris untuk melakukan hal yang sama.

Continue reading “Hak Cipta”

Bali 1928 on Spotify

Dari Analog Ke Digital

Koleksi aural Bali 1928 tersedia dan bisa dinikmati melalui Spotify secara  lengkap, langsung dan gratis. Pemugaran atas kualitas audio dari koleksi piringan hitam karya label rekaman Odeon dan Beka (1928-29) ini dilakukan oleh Allan Evans dari Arbiter of Cultural Traditions, serta analisa mendetail tentang rekaman-rekaman bersejarah tersebut dilakukan oleh Dr. Edward Herbst, dan bisa dibaca pada tautan ini.  Selamat menikmati!

Continue reading “Bali 1928 on Spotify”

Copyright © 2013-24 Arsip Bali 1928 | Proudly powered by WordPress