Tentang Arsip Bali 1928

Proyek Bali 1928 ini sangat diuntungkan oleh berbagai donatur, partisipan dan pendukung yang istimewa dan berjumlah besar. Penghargaan dan apresiasi setulusnya kami sampaikan kepada semua pihak yang tak bisa disebutkan satu per satu dalam halaman ini.

Akses kepada koleksi piringan hitam 78 rpm telah dimungkinkan atas kebaikan University of California, Los Angeles, Ethnomusicology Archive and the Colin McPhee Estate (terima kasih kepada John Vallier, Maureen Russell, Anthony Seeger, Marlowe Hood, Jacqueline DjeDje dan Aaron Bittel), Museum Nasional Indonesia di Jakarta (Retno Sulisthianingsih, mantan direktur) dan Sana Budaya di Yogyakarta, Laurel Sercombe di University of Washington, New York Public Library, Martin Hatch di Cornell University, Nancy Dean dan Ellen Koskoff, Totom Kodrat dan Soedarmadji J.H. Damais di Jakarta (dan juga koleksi Louis Charles Damais), Wim van der Meer dan Ernst Heins di Jaap Kunst Archives, University of Amsterdam, Jaap Erkelens, Anak Agung Ngurah Gdé Agung, Puri Karangasem, Allan Evans, Michael Robertson, dan Pat Conte.

Ucapan terima kasih khusus juga kami sampaikan kepada Rocio Sagaon Vinaver, Djahel Vinaver dan José G. Benitez Muro atas izin yang diberikan untuk memakai rekaman film dari Bali karya Miguel Covarrubias yang telah sangat berguna untuk menggugah kembali kenangan-kenangan masa lalu dari para seniman generasi tua, dan kepada Laura Rosenberg dan John Coast Foundation untuk video Gong Peliatan dalam Ed Sullivan Show. Film-film Rolf de Maré disertakan dalam proyek ini atas izin dari Dansmuseet dan the Rolf de Maré Foundation, Stockholm. Reproduksi foto-foto Arthur Fleischmann digunakan atas izin keluarga Arthur Fleischmann.

Kami haturkan terima kasih setulusnya atas kemurahan hati dan kepercayaan dari UCLA Ethnomusicology Archive, yang telah meminjamkan banyak piringan hitam aslinya dan juga cuplikan film dan foto-foto oleh Colin McPhee yang sungguh tak ternilai dan berperan begitu besar dalam proyek ini.

Audio

4. Berikut adalah audio stream salah satu rekaman dalam CD Bali 1928, vol. IV: Seni Pertunjukan Upacara yang berjudul Pangécét Bérong oleh Gamelan Angklung Pemogan, Denpasar. Dr. Edward Herbst menulis:

Di Bali masa kini, suling selalu disertakan dalam ansambel angklung (kecuali di Sidan dan Banjar Batur, Kamasan, Klungkung), tetapi McPhee menegaskan sebuah praktik masa lalu terkait pembawaan Bérong Pangécét, “Keragaman bisa muncul dalam permainan melalui pengubahan susunan alat-alat gamelan dalam ansambel. Dalam rekaman gamelan Mogan [Pemogan] oleh Odeon, sebuah suling disertakan dalam ansambel – sebuah praktik yang tak lazim di masa sekarang” (1966: 251). Merujuk secara khusus kepada dua trek ini, McPhee menulis:

Pangecet dan pangawak biasanya dimainkan tanpa jeda, dan kerap dijalin oleh sebuah bagian peralihan yang berlanjut dari pangawak menuju bagian utama dari pangécét…Pangécét umumnya berhubungan secara tematik dengan pangawak. [Pada trek #18 dan #19] bagian utama dari pangecet terdiri dari ostinato ‘pengulangan frase musikal’ 16 nada yang bersumber dari 16 nada pokok pertama dari pangawak…

Bagian peralihan yang memperkenalkan pangecet dimainkan secara serempak oleh alat-alat gamelan pukul berbilah perunggu (metalofon). Dimulai mengikuti tempo dari pangawak sebelumnya yang nada-nada pokoknya mengalir dengan kecepatan M. 48, permainan secara perlahan makin cepat sampai dua kali lipat, ketika nada dasar dari pangecet terdengar untuk pertama kalinya. (1966: 249-250).

Rekaman sebenarnya dimulai pada saat pangawak dan pada 00:26 memulai peralihan menuju pangécét. McPhee berkomentar bahwa suling adalah komponen tak lazim dalam gamelan angklung pada tahun 1930-an dan:

Dua kali selama péngécet, bagian utama dari gamelan berhenti bermain; kembangan dilanjutkan oleh suling secara sendirian, mengalun melawan melodi jégogan yang kini bergerak dalam kecepatan ganda (ibid: 261).

Gending ini sudah hilang dari repertoar karya di Pemogan dan para penabuh Pemogan yang berkesempatan menyimak rekaman sangat terkesima dengan pengulangan bagian gending yang mengedepankan permainan jégog dan suling. Para penabuh pun membahas untuk menghidupkannya kembali di masa sekarang. Anggota tertua dari sekaa, I Ketut Konolan, mengingat dengan jelas gending tersebut. Ketika sekaa mengeluarkan dua buah gangsa, ia dan seorang penabuh muda bermain bersama mengikuti alunan gending dari rekaman bersejarah tahun 1928.

[wonderplugin_audio id=”4″]

 

Koleksi lengkap dari album ini bisa dibeli dan diunduh di link berikut: Bali 1928, Vol. IV: Music for Temple Festivals and Death Rituals | Arbiter of Cultural Traditions

Film

5. Berikut adalah daftar putar video-video dari DVD Panorama, Tabuh, Tari dan Nyanyian Bali Tahun 1930-an yang merupakan materi pendamping dari CD Bali 1928, vol. V: Nyanyian dalam Dramatari: Jangér, Arja, Topéng dan Cepung.

Daftar cuplikan film termasuk:

1. Pelbagai panaroma kota Surabaya, Jawa Timur yang direkam oleh Colin McPhee antara tahun 1931-1938.

2. Persembahan tari oleh Walter Spies dan Katharane Mershon di hadapan penonton Bali. Cuplikan film ini direkam oleh Colin McPhee antara tahun 1931-1938.

3. Rosa Covarrubias, Ni Made Gubreg & I Gusti Alit Oka berdandan unutk sebuah upacara keagamaan. Film direkam oleh Miguel Covarrubias antara tahun 1930-1934.

4. Jangér Kedaton termasuk Ni Wayan Pempen, Ni Gusti Putu Rengkeg & I Wayan Marek. Film direkam oleh Miguel Covarrubias antara tahun 1930-1934.

5. Para penabuh gamelan geguntangan Batuan termasuk Ida Bagus Manje (kendang), I Déwa Nyoman Dadug (kendang), I Déwa Ketut Genjing (suling), I Wayan Rugrug (kelintit), dan I Déwa Putu Sérong (kelenang). Cuplikan direkam oleh Colin McPhee antara tahun 1931-1938.

6. Para penabuh gamelan geguntangan Peliatan: Anak Agung Gedé Mandera (kendang), I Gusti Kompyang Pangkung (suling), I Madé Lebah (kendang), Mangku Gedé Pura Dalem (guntang kempluk) and I Madé Gerundung (guntang kempli). Cuplikan direkam oleh Colin McPhee antara tahun 1931-1938.

7. Ansambel gamelan geguntangan. Cuplikan ini direkam oleh Colin McPhee antara tahun 1931-1938.

8. Alat gamelan bernama perérét. Cuplikan ini direkam oleh Colin McPhee antara tahun 1931-1938.

9. Pementasan dan prosesi barong landung. Film direkam oleh Miguel Covarrubias antara tahun 1930-1934.

Foto

Bali 1930-an: Sekelumit Kisah Tak Lekang Dimakan Waktu

Pemugaran dan pameran kekayaan visual Bali 1930-an dalam format foto pun amat penting mengingat imaji-imaji masa lalu tersebut merupakan lorong waktu akan generasi tetua Bali yang penuh pemberontakan kreatif, berani, penuh pengabdian dan yang terpenting, terbuka dengan perubahan masa. Keberhasilan mitra kami, Rio Helmi, seorang visual bard ‘fotografer kawakan’ dari Bali dalam mereproduksi foto-foto hasil repatriasi – dalam kualitas standar pengarsipan dunia – semisal imaji masa muda Ida Bagus Oka Kerebuak, Marya, Kalér, Lotring, Ni Gusti Putu Rengkeg, Ni Pempen dan lain-lain sungguh-sungguh mengharukan dan membangkitkan memori kolektif akan sebuah masa renaissance kebudayaan Bali yang teguh sepanjang jaman.

Continue reading “Foto”

Naskah Penelitian

5. Naskah “Nyanyian dalam Dramatari: Jangér, Arja, Topéng dan Cepung – Ansambel dari Kedaton, Abian Timbul, Sesetan, Belaluan, Kaliungu dan Lombok” (PDF) karya Dr. Edward Herbst dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

[gview file=http://bali1928.net/wp-content/uploads/Bali-1928-Vol-V-Nyanyian-dalam-Dramatari.pdf]

[gview file=”http://bali1928.net/wp-content/uploads/Bali-1928-Vol-V-Vocal-Music-in-Dance-Dramas.compressed.pdf”]

Program

41.
Tanggal: Minggu, 25 Juni 2017
Tempat: The Sila’s Agrotourism Bedugul
Agenda: Presentasi tentang Identitas Ke-Bali-an dan Kreativitas (30 menit) termasuk Sinema Bali 1928 (30 menit) pada acara Pasraman UKM KMHD STIKOM Bali
Pembicara: Marlowe Bandem

42.
Tanggal: Jumat, 7 Juli 2017
Tempat: Wantilan Desa Lod Tunduh, Ubud
Agenda: Presentasi dan workshop tentang Globalisasi, Identitas Kultural dan Kreativitas (60 menit) termasuk Sinema Bali 1928 (30 menit) pada Malam Renungan Budaya Parum Param Udayana 2017
Pembicara: Marlowe Bandem

43.
Tanggal: Minggu, 16 Juli 2017
Tempat: Kediaman Prof. Dr. I Made Bandem di Denpasar
Agenda: Diskusi terpumpun dengan ahli seni permainan tradisional Bapak Made Taro, bersama Wayan Juniarta, Sugi Lanus, Prof. Dr. I Made Bandem dan Dr. Edward Herbst untuk membahas cuplikan film-film hasil repatriasi terkini Arsip Bali 1928 yang merupakan karya-karya Gregory Bateson, Margaret Mead dan Jane Belo.
Fasilitator: Marlowe Bandem

44.
Tanggal: Selasa, 8 Agustus 2017
Tempat: Kediaman Bapak Made Taro di Denpasar
Agenda: Kunjungan dan wawancara lanjutan dengan ahli seni permainan tradisional, Bapak Made Taro untuk membahas repertoar nyanyian (lagu) dalam permainan tradisional anak-anak Bali.
Wawancara oleh Dr. Edward Herbst
Fasilitator: Marlowe Bandem

45.
Tanggal: Sabtu, 12 Agustus 2017
Tempat: Bentara Budaya Bali, Ketewel
Agenda: Sinema Bali 1928 (pemutaran cuplikan terkait barong – 30 menit) sebagai pengantar Diskusi Panel “Timbang Pandang Barong Kuntisraya”
Presentasi oleh Marlowe Bandem
Pembicara: Prof. I Wayan Dibia, Dr. NLN Suasthi Bandem, dan I Ketut Kodi


46.
Tanggal: Selasa, 22 Agustus 2017
Tempat: Ruang Sidang Dr. Ir. Soekarno, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
Agenda: Seminar “Repatriasi, Hegemoni & Perspektif Politik Kebudayaan Bali”
Pembicara: Dr. Edward Herbst, Wayan Juniarta dan Marlowe Bandem
Moderator: Ida Ayu Laksmita Sari, S.Hum,. M.Hum
Seminar diawali pemaknaan akan kesejarahan Bali semasa tahun 1930-an oleh Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt


47.
Tanggal: Kamis, 26 Agustus 2017
Tempat: Cush-Cush Gallery, Denpasar
Agenda: Sinema Bali 1928 pada Malam Penutupan “Journey to the Pasar Exhibition” (pemutaran cuplikan film 50 menit dan presentasi/diskusi 30 menit).
Presentasi oleh Marlowe Bandem dan Dr. Edward Herbst

48.
Tanggal: Minggu, 3 September 2017
Tempat: Gedung Kerta Gosana Pusat Pemerintahan Badung
Agenda: Sinema Bali 1928 (20 menit presentasi dan 40 menit pemutaran cuplikan film) terkait Rakornas KMHDI (Hindu Dharma Youth Association of Indonesia).
Presentasi oleh Marlowe Bandem
Tuan Rumah: PD KMHDI Bali

49.
Tanggal: Minggu, 10 September 2017
Tempat: Griya Taman, Intaran Sanur
Agenda: Sinema Bali 1928 (60 menit) pada malam upacara mapandes ‘potong gigi’ dan perayaan 33 tahun berpulangnya Ida Perdana Made Sidemen.
Presentasi oleh Marlowe Bandem dan Dr. Edward Herbst

50.
Tanggal: Rabu, 27 September 2017
Tempat: Kediaman Prof. Dr. I Made Bandem di Singapadu, Gianyar
Agenda: Pengenalan Arsip Bali 1928 kepada mahasiswa YALE-NUS Cross Cultural Program.
Presentasi oleh Marlowe Bandem

Media/Testimoni

11. NRC (04/12/2009) Artikel Bali 1928 oleh René van Peer (dalam bahasa Belanda)

[gview file=”http://bali1928.net/wp-content/uploads/VanPeer.NRC_20091204_artikel-Bali.1928-in-Dutch-1.pdf”]

12. Cahiers d’ethnomusicologie review oleh Éric Vandal (dalam bahasa Prancis)

13. ARSC Association of Recorded Sound Collections Bali 1928 vol III review

[gview file=”http://bali1928.net/wp-content/uploads/ARSC.Assoc_.of_.Recorded.Sound_.Collections_Bali-1928-vol-III-review.pdf”]

14. Liputan The Jakarta Post (2018): Bali 1928 as a creative performance art

[gview file=”http://bali1928.net/wp-content/uploads/Jakarta-Post-2018-on-Bali-1928-I-Promise-You-Eternity.pdf”]

15. Bali Post (12 Mei 2018) – Bali 1928 Jadi Model Pengembangan Budaya Nusantara


Beberapa testimoni akan kinerja Arsip Bali 1928 dan publikasi Dr. Edward Herbst termasuk:

“This is a brilliant comprehensive view of Bali’s musical and dance-drama history in the early twentieth century, based on rare recordings, photos and films, and enriched by extensive interviews with Balinese of all ages and talents. Herbst answers some very big questions: about the impact of colonial power on everyday Balinese culture, about the fundamental nature of Balinese music before and after the reorganization of Balinese society, and about the practice of improvisation in Bali. Herbst demonstrates that there were significant changes going on within Balinese creative arts in the first part of the twentieth century, changes which have been unknown heretofore to historians and anthropologists of Indonesia. He shows that Bali’s 20th-century musical, choreographic and theatrical life began and is still moving into a more self-conscious phase, an awareness of its own traditions and an indigenous re-invention of the notion of “avant garde” with all its implications for the richness of creativity and layered interpretations. He is aware of the largest social contexts of musical composition and performances as well as the smallest and most intimate. His impact on Indonesian intellectual life cannot be over-exaggerated.” – Hildred Geertz, Professor of Anthropology Emerita, Princeton University


“Voices in Bali is a very remarkable book. In my opinion it is the first book written by a Western scholar who has really succeeded to feel and experience from within the magic exaltation of the Balinese artist during the performance of his art (music and dance and theatre).” – Anak Agung Madé Djelantik, author of Birthmark: Memoirs of a Balinese Prince


“Since 1971, Edward Herbst’s research in Bali’s performing arts has produced a significant body of knowledge, including his acclaimed 1997 book “Voices in Bali.” His latest project offers perhaps his most meaningful contributions. Over the past 15 years, he has lovingly searched archives of sound and film recordings of Balinese performing arts from the 1920s and 30s. He and his Balinese team then sought out elder artists related to these recordings through family and village ties, fleshed out the significance of both music and film, and opened important new areas of research. Allan Evans of Arbiter Records in New York carefully restored, digitized and republished the audio recordings in collaboration with Herbst. He and his Indonesian colleagues at the IT institute STIKOM repatriated and published all music and films in Bali as well, leading to richer, deeper connections and memories for the artists and their communities. Such engaged, two-way scholarship is cultural activism of the most beneficial kind.” – Michael Tenzer, Professor of Music, University of British Columbia


“Edward Herbst and his Bali 1928 research team have assembled and brought back to Bali remarkable material from 1920s and ’30s recordings and films. This kind of successful cultural repatriation is unprecedented. Their accomplishment can serve as a model of collaboration not only for Indonesian and foreign scholars – but also for similar work in other countries. Herbst’s writings make clear that without an immense effort through interviews that capture the many versions of oral history, reconstruction of the past is impossible. Generations of scholars, and Balinese musicians, too, have wondered about the emergence of gamelan kebyar and until this work appeared, no one could really paint a clear picture of from where, how, and through whom it actually spread.” – Tilman Seebass, President, International Musicological Society; Professor Emeritus, Duke University


“Restoration, Dissemination and Repatriation of the Earliest Music Recordings and Films in Bali is a world model for a sensitive and productive way to reintroduce old and unique recordings in the 21st century.” – Anthony Seeger, Founding Director, Smithsonian Folkways; Professor of Ethnomusicology Emeritus, UCLA

[gview file=”http://bali1928.net/wp-content/uploads/Anthony-Seeger_Bali-Paper.July-2015.pdf”]


 

Hak Cipta

Kebijakan Hak Cipta Arsip Bali 1928

Kami sangat menghargai hak kekayaan intelektual dan mengharapkan para pengguna website Arsip Bali 1928 versi bahasa Indonesia dan versi bahasa Inggris untuk melakukan hal yang sama.

Continue reading “Hak Cipta”

Bali 1928 on Spotify

Dari Analog Ke Digital

Koleksi aural Bali 1928 tersedia dan bisa dinikmati melalui Spotify secara  lengkap, langsung dan gratis. Pemugaran atas kualitas audio dari koleksi piringan hitam karya label rekaman Odeon dan Beka (1928-29) ini dilakukan oleh Allan Evans dari Arbiter of Cultural Traditions, serta analisa mendetail tentang rekaman-rekaman bersejarah tersebut dilakukan oleh Dr. Edward Herbst, dan bisa dibaca pada tautan ini.  Selamat menikmati!

Continue reading “Bali 1928 on Spotify”

Copyright © 2013-24 Arsip Bali 1928 | Proudly powered by WordPress