3. Berikut adalah audio stream salah satu rekaman dalam CD Bali 1928, vol. III Lotring dan Sumber-Sumber Tradisi Gamelan yang berjudul Tabuh Ginanti oleh Gamelan Semar Pagulingan Banjar Titih, Denpasar. Dr. Edward Herbst menulis:
“Kata Ginanti berkaitan dengan metrum tembang ‘nyanyian puisi’ dalam jenis nyanyian yang secara sederhana disebut sebagai pupuh, atau sekar alit atau tembang macapat ‘lantunan lagu bersuku-kata empat’. Ada beberapa jenis Ginanti baik dalam saih gendér ‘senada pelarasan gendér wayang’ dan saih gong ‘seperti pelarasan gamelan gong’. Walau pengaruhnya tidak dapat dikenali pada saat pertama kali didengar, melodi ini sepertinya cenderung merupakan penyesuaian bebas dari sebuah tembang bertajuk Ginanti Pangalang dalam pelarasan saih gendér menjadi Semar Pagulingan yang mempunyai tangga nada yang sangat berbeda.
Ini melibatkan sebuah proses transposisi yang lumrah dari satu mode atau pelarasan menjadi yang lainnya. Metrum puitis dalam bentuk nyanyian yang meliputi padalingsa ‘jumlah suku kata dan huruf hidup terakhir dari masing-masing baris’ atau guru ding-dong (nada akhir yang umum dalam setiap baris) tidaklah nampak dengan jelas, bahkan sebaliknya menerapkan kontur melodi dari Ginanti yang lebih bebas atau tidak resmi. Proses penyesuaian bebas yang serupa dari sebuah gending nampak pada tema melodi (rangkaian nada-nada) yang dimainkan oleh gamelan gong untuk Arsawijaya (topéng Dalem) yang entah bermula dari tembang Sinom Lumrah atau Sinom Cecantungan.
Penyesuaian ini lebih masuk akal mengingat kedua jenis Sinom tersebut mengikuti pelarasan saih gong, sama halnya dengan gamelan yang sering mengiringi pementasan topéng. Proses ini datang dan pergi, sang penyanyi kerap menggubah tembang dari melodi-melodi gamelan dan sebaliknya. Bahkan, banyak tembang seperti Durma, Mas Kumambang dan Pangkur telah dan masih disesuaikan untuk gamelan dalam tata cara formal dibanding Ginanti ini, termasuk hubungan timbal balik dari nada-nada terakhir pada setiap baris antara lagu dan permainan gamelan.
Ginanti Pangalang sering kali dihubungkan dengan suasana hati yang damai serta ungkapan penuh takjub dan keagungan, seperti ketika menggambarkan keindahan sebuah istana. Pangalang berasal dari kata galang ‘lapang’ yang menyarankan suasana “mengisi waktu luang, untuk bersantai.”